Bagaimana
Terkadang aku berpikir, hidup itu ya dijalani saja. Tapi kenapa banyak yang mengira itu rumit? Maksudku kalau punya tugas ya dikerjakan. Kalau ingin sukses ya berusaha. Kalau ingin pintar ya belajar. Kalau besok mau makan apa? Aku terdiam. Iya juga, besok mau makan apa?
Bagaimana untuk jadi orang kaya?
Apakah harus sekali, benar-benar kudu dan wajib garis keturunan orang kaya? Berarti kakek-nenek, buyut-simbah, leluhurmu itu harus kaya? Lah, sejak kapan mereka kaya?
Siapa sih orang aneh yang berpikir cara untuk jadi kaya di pukul delapan lebih lima puluh satu menit malam?
“Kamu goblok ya? Tidak ada cara instan untuk jadi kaya!”
Faktor pertama untuk jadi kaya raya nan tajir melintir adalah garis keturunan. Tak bisa dipungkiri. Memang benar buyut-buyut mereka tidak langsung kaya, tapi karena anak-anak mereka meneruskan warisan seperti gudeg terkenal dekat rumah itu, bakpia yang katanya enak, yang katanya sudah sejak dulu-dulu sekali.
Tapi, TAPI, tentu saja faktor pertama bisa terjadi karena faktor kedua, kerja keras. Klasik bukan? Apa pun yang mau dicapai ya harus kerja. Kenapa harus keras? Emang dipukul? Sakit dong? Gimana kalo kerja cerdas? Emang kamu cerdas?
Aku menghela napas. Sebenarnya aku ini apa sih. Bisa apa sih. Ngapain aku lahir ya? Hidup ga jelas, ngalir kaya air. Tau-tau masuk ke selokan. Ya mungkin aja ada yang mau bersih-bersih kaya Pandhawara itu. Keren ya.
Sebenarnya ngapain juga aku nulis hal-hal ga becus, ga guna, ga jelas, absurd, kaya gini? Padahal sepertinya banyak hal yang harus kukerjakan. Tidak banyak sih. Lagian aku cuma anak sekolah menengah yang biasa-biasa saja. Bukan Ayu Ting-Ting. Tapi serius, Ting-Ting itu kepanjangannya apa ya?
Empat belas tahun. Tiga tahun lagi tujuh belas. Empat ditambah tiga… tujuh! Pintar! Lalu apa? Emang kenapa kalau tujuh belas? Kenapa tujuh belas? Ada apa dengan tujuh belas? Tujuh… belas… belas kasihan ada tujuh? Seberapa banyak kita bisa memaafkan? Seberapa banyak belas kasihan yang dapat tercurah? Apakah aku sudah ikhlas? *** bangsat.
Komentar
Posting Komentar